Melalui pancainderanya manusia bersentuhan dengan berbagai macam benda, obyek, atau realitas di sekitarnya. Manusia mengalami obyek-obyek tersebut, satu demi satu menurut jenisnya dalam keadaan yang serba konkret pada waktu tertentu dan di tempat tertentu.
Menyusuli pengalaman empiris manusia tentang sesuatu obyek secara berulang kali, perlahan-lahan akal budinya berusaha mengerti atau menangkap arti obyek tadi. Hasil kegiatan akal budi ini disebut pengertian atau konsep. Membentuk pengertian, dalam logika, merupakan kegiatan akal budi yang paling dasariah. Pengertian ini selalu berupa gambaran atau lukisan yang sudah bersifat abstrak dan umum karena tidak lagi menunjuk pada obyek tertentu pada waktu dan tempat tertentu dengan ciri0ciri tertentu, melainkan obyek tersebut pada umumnya, di mana pun dan kapan pun berada. Setelah saya memperoleh pengalaman empiri tentang kucing yang ada di rumah saya, di rumah tetangga, di took, di restoran; masing-masing dengan ciri-ciri tertentu, saya kemudian memiliki pengertian tentang kucing; namun pengertian tersebut tidak hanya mewakili kucing konkret yang ada di rumah saya, atau di rumah tetangga, atau di took, atau di restoran; melainkan kucing pada umumnya termasuk yang belum pernah saya alami secara inderawi. Hal ini disebabkan karena pengertian yang saya miliki itu langsung menyentuh hati (hakikat) kucing. Itu berarti kucing-kucing yang saya temukan di keempat tempat di atas dan juga di tempat-tempat lain yang belum pernah saya kunjungi, meskipun memiliki ciri individual yang berbeda-beda, tetap sama dalam satu hal; mereka bertemu pada satu titik yang sama, yakni hakikatnya sebagai kucing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian adalah gambaran abstrak yang dibentuk dan dimiliki oleh akal budi tentang inti atau hakikat sesuatu obyek.
Sebagai gambaran ideal, pengertian seseorang tentang sesuatu obyek bisa sangat jelas, tetapi juga bisa sangat kabur atau bahkan tidak ada sama sekali, tergantung seberapa sering atau pernah tidaknya ia berkonfrontasi dengan obyek yang bersangkutan. Seorang petani di pedalaman yang sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman empiris tentang pesawat computer (bentuknya, warnanya, cara pengoperasiannya, dan lain-lain), sudah barang tentu tidak memiliki pengertian tentang computer. Sebaliknya seorang sekretaris kantor yang setiap hari menggunakan pesawat computer dalam pelaksanaan tugasnya, gambaran abstrak (pengertian)-nya tentang alat tersebut pasti sangat jelas dan sempurna.
Karena pengertian ini masih bersifat abstrak, maka untuk mewujudkannya diperlukan suatu lambing yang disebut bahasa; tepatnya kata, yang merupakan unsure paling kecil dari bahasa. Sedangkan kata, sejauh berfungsi sebagai ungkapan lahiriah dari suatu pengertian, dalam logika, disebut term. Tetapi, sebelum sampai pada pembahasan tentang term dan kata, terlebih dahulu disinggung mengenai isi dan luas pengertian serta kaitan antara kedua unsure tersebut.
Isi Pengertian
Bertanya tentang isi suatu pengertian pada dasarnya bertanya tentang apa makna pengertian itu. Bertanya tentang makna suatu pengertian berarti bertanya tentang unsure-unsur yang terkandung dalam pengertian tersebut. Dalam logika, semua unsure yang terkandung dalam suatu pengertian itu disebut isi pengertian. Pengungkapan isi pengertian ini lazimnya diusahakan melalui definisi. Namun demikian, mengingat unsure-unsur yang terkandung dalam suatu pengertian sangat beragam, maka tak ada definisi yang mampu mengungkapkan keseluruhan isi pengertian itu secara tuntas, dank arena itu pula tak ada definisi yang sempurna. Masing-masing definisi, dalam usaha merumuskan suatu pengertian, cenderung menekankan salah-satu aspek tertentu saja dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Hal ini wajar karena perumusan definisi itu sangat tergantung pada latar belakang - antara lain pendidikan ilmiah - dari orang yang membuatnya. Definisi tentang pengertian ‘manusia’ yang dilakukan seorang biolog jelas lain dengan yang dilakukan seorang fisikawan; lain pula yang dilakukan seorang budayawan atau seorang politikus. Jangankan para ahli dari disiplin ilmu yang berbeda, para filsuf pun, sepanjang sejarah filsafat, memberikan rumusan yang beraneka ragam mengenai pengertian ‘manusia’. Hal ini menunjukkan betapa kaya isi pengertian ‘manusia’ itu sehingga tak satu pun definisi yang mampu merangkum keseluruhan aspeknya dalam suatu rumusan yang memadai. Maka dari itu, tak ada definisi yang berhak mengklaim diri sebagai satu-satunya definisi yang paling benar dan sempurna.
Luas Pengertian
Pengetahuan manusia berasal dari pengalaman inderawi. Berdasarkan pengalamn inderawi akal budi membentuk pengertian-pengertian yang bersifat abstrak dan umum.
Ditinjau dari segi cakupannya setiap pengertian mempunyai wilayah atau lingkungannya masing-masing. Lingkungan itu meliputi semua realitas, obyek, atau benda yang dapat dikenai pengertian tertentu. Jadi, luas pengertian dapat dirumuskan sebagai lingkungan realitas, obyek-obyek, datu benda-benda yang dapat dikenai atau ditunjuk dengan pengertian tertentu. Itu berarti tidak semua pengertian sam luasnya; ada pengertian yang sangat luas dan ada pula yang kurang luas. Ambillah contoh pengetian ‘kucing’ dan pengertian ‘binatang’. Pengertian ‘kucing’ memang berlaku untuk semua kuncing konkret di mana dan kapan saja berada, namun hanya terbatas pada jenis binatang tertentu yang disebut ‘kucing’. Di luar batas lingkungan kucing, pengertian ‘kucing’ sudah tidak berlaku lagi. Sebaliknya, ‘binatang’ menunjuk pada semua jenis binatang - jadi bukan hanya kucing - seperti: anjing, kerbau, sapi, bebek, kelinci, dan sebagainya. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian ‘binatang’ lebih luas wilayahnya daripada pengertian ‘kucing’; pengertian ‘binatang’ membawahi pengertian ‘kucing’. Dengan rumusan teknis logika, pengertian ‘binatang’ merupakan atasan dari pengertian ‘kucing’, sedangkan pengertian ‘kucing merupakan bawahan dari pengertian ‘binatang’.
Hubungan antara Isi dan Luas Pengertian
Uraian di atas memperlihatkan bahwa isi dan luas pengertian merupakan dua aspek yang memiliki hubungan timbale-balik. Sifat hubungan itu dapat dirumuskan demikian: semakin luas (besar) wilayah suatu pengertian, semakin sedikit (kurang) isinya. Konsekuensinya ialah ralitas atau obyek yang ditunjuk menjadi semakin abstrak. Sebaliknya, semakin sempit (kecil) wilayah suatu pengertian, semakin banyak (padat) isinya. Akibatnya, kenyataan yang ditunjuk menjadi semakin konkret. Dalam contoh di atas dapat dilihat bahwa pengertian ‘binatang’ mempunyai wilayah yang sangat luas, dan oleh karena itu isi yang terkandung di dalamnya sangat sedikit. Hal ini mengakibatkan realitas yang ditunjuk dengan pengertian tersebut bersifat abstrak. Sebaliknya, pengertian ‘kucing’ mempunyai wilayah yang lebih sempit, sehingga isi yang terkandung di dalamnya menjadi lebih padat. Dengan begitu, realitas yang ditunjuk dengan pengertian tersebut menjadi lebih konkret pula.
Sumber: Hayon, Y.P., Logika: Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus dan Teratur. Cet. II. Jakarta: ISTN, 2001, h. 29-32.
EmoticonEmoticon