PROPOSISI MAJEMUK terdiri dari dua proposisi: proposisi khusus (premis) dan proposisi umum (kesimpulan). Proposisi majemuk dapat dipahami dengan membedakannya dari "proposisi tunggal" dan "Proposisi Kategoris".
Proposisi Majemuk
Proposisi majemuk menjelaskan "kemajemukan proposisi (anteseden dan konsekuen) yang dipadukan". Anteseden sering disebut dengan premis, dan konsekuen disebut dengan kesimpulan. Misal, Anteseden: “UT adalah pendidikan tinggi terpopuler dan UT adalah pendidikan yang terbuka”. Menjadi, Konsekuen: “UT adalah pendidikan tinggi terpopuler dan terbuka”. Proposisi majemuk dibedakan menjadi 3 proposisi: Proposisi hipotesis, Proposisi disjungtif dan Proposisi konjungtif.
Proposisi Hipotesis
Jika dalam Proposisi kategoris term Predikat diakui atau diingkari tentang term Subyek tanpa syarat, maka dalam Proposisi hipotesis term Predikat diakui atau diingkari tentang term Subyek dengan syarat, tidak mutlak. Sebab, Proposisi hipotesis merupakan “perpaduan antara dua proposisi kategoris (anteseden dan konsekuen) dengan syarat tertentu”. Syaratnya adalah “persamaan”, “persyaratan” dan “kemungkinan”, yang ada di dalam 3 macam Proposisi hipotesis, yaitu:
1. Proposisi ekuivalen, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya sama. Sehingga, Proposisi ekuivalen disebut juga “biimplikasi” atau “bikondisional”, sehingga dapat dibedakan menjadi 3 macam:
a. Ekuivalen kausalitas (persamaan dalam bentuk sebab-akibat).
b. Ekuivalen definisional (persamaan dalam bentuk pembatasan arti)
c. Ekuivalne analitik (persamaan dalam bentuk penguraian arti)
2. Proposisi implikatif, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya bersyarat. Ada 3 macam proposisi implikatif: Implikasi logis (persyaratan atas dasar rasionalitas) dan Implikasi material (persyaratan atas dasar kandungan isi). Proposisi Implikasi logis disebut juga implikasi imperatif, yang banyak digunakan untuk merumuskan aturan-aturan hidup bersama.
3. Proposisi problematik. Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya bersifat mungkin. Sehingga, proposisi problematik tidak dapat dijadikan aturan hidup bersama atau pedoman.
Proposisi Disjungtif
Proposisi disjungtif merupakan "perpaduan antara anteseden dan konsekuen, karena (syarat) adanya peng-atau-an sebagai pilihan". Ada 4 macam Proposisi disjungtif:
1. Disjungsi eksklusif, yaitu: Kedua pilihannya tidak dapat dipadukan, tapi ada kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi eksklusif, digunakan dalam bidang hukum (sebagai konsekuen dari proposisi implikasi logis) dan percakapan sehari-hari.
2. Disjungsi inklusif, yaitu: Kedua pilihannya dapat dipadukan, tapi tidak ada kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi inklusif, digunakan dalam bidang hukum (yang dirangkai dengan proposisi implikasi logis untuk sanksi yang tegas) dan percakapan sehari-hari.Penggunaan praktis disjungsi, dalam bidang hukum rangkaian disjungsi inklusif hanya dalam rangka sebagai anteseden, yang lebih dari dua pilihan dengan kata “atau” atau “koma” (,), jarang sekali sebagai konsekuen. Hubungan disjungsi berganda, dinyatakan dengan bentuk subhimpunan atau berbentuk proposisi universal afirmatif implikasi. Perumusan anteseden disjungsi, dengan 3 cara atas dasar berbentuk implikasi logis: (1) kedua komponennya didahulukan, (2) kedua komponennya ditempatkan sesudah konsekuen, dan (3) satu komponennya berada di depan dan yang satu berada setelah konsekuen.
3. Disjungsi alternatif, yaitu Kedua pilihannya tidak dapat dipadukan dan tidak ada kemungkinan ketiga. Sehingga, disjungsi alternatif disebut disjungsi kontradiktif. Banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, sebagai penekanan, tidak digunakan dalam bidang hukum.
4. Disjungsi kolektif. Kedua pilihannya dapat dipadukan dan ada kemungkinan ketiga. Tidak digunakan dalam logika (penyimpulan sah) dan jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Proposisi Konjungtif
Proposisi konjungtif merupakan "perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) penyertaan". Dalam bentuk penalarannya, Proposisi konjungtif sama dengan Proposisi partikular afirmatif inklusif. Ada 2 macam proposisi konjungtif:
1. Konjungsi disjungtif, yaitu: Penyertaan anteseden dan konsekuen dapat dikembalikan pada bentuk peng-atau-an. Atas dasar disjungtif, ada 3 macam konjungsi: Konjungsi eksklusif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan, tapi ada kemungkinan ketiga), Konjungsi inklusif (penyertaan yang dapat dipadukan, tapi tidak ada kemungkinan ketiga) dan Konjungsi alternatif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan dan tidak ada kemungkinan ketiga). Yang sering digunakan dalam bidang hukum, konjungsi inklusif sebagai anteseden dari bentuk implikasi logis.
2. Konjungsi predikatif, yaitu: Penyertaan anteseden dan konsekuen dalam bentuk penyatuan. Konjungsi prediktif dengan kata “dan” untuk penyertaan, serta dengan kata “yang”, “juga”, “tetapi”, dan “meskipun” untuk penyatuan.
Sistem konjungsi. Konjungsi atau sistem konjungsi bisa dilakukan dengan 3 macam dasar penyimpulan:
(1) Berpangkal pada anteseden dan konsekuen. Sehingga, ada nilai kebenaran: “jika anteseden dan konsekuen benar, maka proposisi konjungsi benar”, “ingkaran partikular, berarti ingkaran universal”. Ini merupakan “hukum dasar penyimpulan konjungsi”;
(2) Berpangkal pada konjungsi. Sehingga, dalam proposisi konjungsi bisa ditarik kesimpulan dari premis, tapi negasi konjungsi tidak bisa ditarik kesimpulan dari tiap ingkaran premis. Ini merupakan “hukum dasar penyimpulan simplifikasi”; dan
(3) Saling menyimpulkan berpangkal pada konjungsi. Atau, dapat diganti dengan ingkaran dari disjungsi, ingkaran premis. Ini merupakan “hukum dasar penggantian konjungsi”.
Dari proposisi majemuk (hipotesis, disjungtif dan konjungtif), dapat ditarik penyimpulannya dalam SILOGISME MAJEMUK (silogisme hipotesis dan silogisme disjungtif). Silogisme hipotesis, yaitu silogisme ekuivalen, silogisme kondisional dan silogisme hipotesis khusus. Silogisme disjungtif, yaitu silogisme eksklusif, silogisme inklusif dan silogisme alternatif. Dari silogisme majemuk itu, bisa ditentukan Sistem nilai kebenaran-nya. Sangat disayangkan, karena keterbatasan waktu, Silogisme majemuk dan Sistem nilai kebenaran-nya tidak bisa dijelaskan pada materi inisiasi Tuton pada kesempatan ini. Tapi, pada inisiasi 8 akan dibahas yang lebih signifikan dan praktis dari Silogisme majemuk, yaitu Pengujian silogisme (Antisilogisme) dan Penyimpulan bercabang (Dilema).
Dengan demikian, proposisi majemuk sebagai pengembangan dari term merupakan proposisi yang mampu menjelaskan proposisi kategoris dari sisi yang lain. Proposisi majemuk telah memperlihatkan LOGIKA dari sisi lain, apakah sering atau tidak digunakan dalam bidang hukum atau kehidupan sehari-hari, sehingga dalam silogisme majemuk pun terdapat penjelasan sistem nilai kebenarannya.
Sumber: Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed. V. Jakarta: Universitas Terbuka, 2012, hal. 7.1-7.48.
Proposisi Majemuk
Proposisi majemuk menjelaskan "kemajemukan proposisi (anteseden dan konsekuen) yang dipadukan". Anteseden sering disebut dengan premis, dan konsekuen disebut dengan kesimpulan. Misal, Anteseden: “UT adalah pendidikan tinggi terpopuler dan UT adalah pendidikan yang terbuka”. Menjadi, Konsekuen: “UT adalah pendidikan tinggi terpopuler dan terbuka”. Proposisi majemuk dibedakan menjadi 3 proposisi: Proposisi hipotesis, Proposisi disjungtif dan Proposisi konjungtif.
Proposisi Hipotesis
Jika dalam Proposisi kategoris term Predikat diakui atau diingkari tentang term Subyek tanpa syarat, maka dalam Proposisi hipotesis term Predikat diakui atau diingkari tentang term Subyek dengan syarat, tidak mutlak. Sebab, Proposisi hipotesis merupakan “perpaduan antara dua proposisi kategoris (anteseden dan konsekuen) dengan syarat tertentu”. Syaratnya adalah “persamaan”, “persyaratan” dan “kemungkinan”, yang ada di dalam 3 macam Proposisi hipotesis, yaitu:
1. Proposisi ekuivalen, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya sama. Sehingga, Proposisi ekuivalen disebut juga “biimplikasi” atau “bikondisional”, sehingga dapat dibedakan menjadi 3 macam:
a. Ekuivalen kausalitas (persamaan dalam bentuk sebab-akibat).
b. Ekuivalen definisional (persamaan dalam bentuk pembatasan arti)
c. Ekuivalne analitik (persamaan dalam bentuk penguraian arti)
2. Proposisi implikatif, yaitu: Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya bersyarat. Ada 3 macam proposisi implikatif: Implikasi logis (persyaratan atas dasar rasionalitas) dan Implikasi material (persyaratan atas dasar kandungan isi). Proposisi Implikasi logis disebut juga implikasi imperatif, yang banyak digunakan untuk merumuskan aturan-aturan hidup bersama.
3. Proposisi problematik. Perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) keduanya bersifat mungkin. Sehingga, proposisi problematik tidak dapat dijadikan aturan hidup bersama atau pedoman.
Proposisi Disjungtif
Proposisi disjungtif merupakan "perpaduan antara anteseden dan konsekuen, karena (syarat) adanya peng-atau-an sebagai pilihan". Ada 4 macam Proposisi disjungtif:
1. Disjungsi eksklusif, yaitu: Kedua pilihannya tidak dapat dipadukan, tapi ada kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi eksklusif, digunakan dalam bidang hukum (sebagai konsekuen dari proposisi implikasi logis) dan percakapan sehari-hari.
2. Disjungsi inklusif, yaitu: Kedua pilihannya dapat dipadukan, tapi tidak ada kemungkinan ketiga. Faedah praktis Disjungsi inklusif, digunakan dalam bidang hukum (yang dirangkai dengan proposisi implikasi logis untuk sanksi yang tegas) dan percakapan sehari-hari.Penggunaan praktis disjungsi, dalam bidang hukum rangkaian disjungsi inklusif hanya dalam rangka sebagai anteseden, yang lebih dari dua pilihan dengan kata “atau” atau “koma” (,), jarang sekali sebagai konsekuen. Hubungan disjungsi berganda, dinyatakan dengan bentuk subhimpunan atau berbentuk proposisi universal afirmatif implikasi. Perumusan anteseden disjungsi, dengan 3 cara atas dasar berbentuk implikasi logis: (1) kedua komponennya didahulukan, (2) kedua komponennya ditempatkan sesudah konsekuen, dan (3) satu komponennya berada di depan dan yang satu berada setelah konsekuen.
3. Disjungsi alternatif, yaitu Kedua pilihannya tidak dapat dipadukan dan tidak ada kemungkinan ketiga. Sehingga, disjungsi alternatif disebut disjungsi kontradiktif. Banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, sebagai penekanan, tidak digunakan dalam bidang hukum.
4. Disjungsi kolektif. Kedua pilihannya dapat dipadukan dan ada kemungkinan ketiga. Tidak digunakan dalam logika (penyimpulan sah) dan jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Proposisi Konjungtif
Proposisi konjungtif merupakan "perpaduan anteseden dan konsekuen, karena (syarat) penyertaan". Dalam bentuk penalarannya, Proposisi konjungtif sama dengan Proposisi partikular afirmatif inklusif. Ada 2 macam proposisi konjungtif:
1. Konjungsi disjungtif, yaitu: Penyertaan anteseden dan konsekuen dapat dikembalikan pada bentuk peng-atau-an. Atas dasar disjungtif, ada 3 macam konjungsi: Konjungsi eksklusif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan, tapi ada kemungkinan ketiga), Konjungsi inklusif (penyertaan yang dapat dipadukan, tapi tidak ada kemungkinan ketiga) dan Konjungsi alternatif (penyertaan yang tidak bisa dipadukan dan tidak ada kemungkinan ketiga). Yang sering digunakan dalam bidang hukum, konjungsi inklusif sebagai anteseden dari bentuk implikasi logis.
2. Konjungsi predikatif, yaitu: Penyertaan anteseden dan konsekuen dalam bentuk penyatuan. Konjungsi prediktif dengan kata “dan” untuk penyertaan, serta dengan kata “yang”, “juga”, “tetapi”, dan “meskipun” untuk penyatuan.
Sistem konjungsi. Konjungsi atau sistem konjungsi bisa dilakukan dengan 3 macam dasar penyimpulan:
(1) Berpangkal pada anteseden dan konsekuen. Sehingga, ada nilai kebenaran: “jika anteseden dan konsekuen benar, maka proposisi konjungsi benar”, “ingkaran partikular, berarti ingkaran universal”. Ini merupakan “hukum dasar penyimpulan konjungsi”;
(2) Berpangkal pada konjungsi. Sehingga, dalam proposisi konjungsi bisa ditarik kesimpulan dari premis, tapi negasi konjungsi tidak bisa ditarik kesimpulan dari tiap ingkaran premis. Ini merupakan “hukum dasar penyimpulan simplifikasi”; dan
(3) Saling menyimpulkan berpangkal pada konjungsi. Atau, dapat diganti dengan ingkaran dari disjungsi, ingkaran premis. Ini merupakan “hukum dasar penggantian konjungsi”.
Dari proposisi majemuk (hipotesis, disjungtif dan konjungtif), dapat ditarik penyimpulannya dalam SILOGISME MAJEMUK (silogisme hipotesis dan silogisme disjungtif). Silogisme hipotesis, yaitu silogisme ekuivalen, silogisme kondisional dan silogisme hipotesis khusus. Silogisme disjungtif, yaitu silogisme eksklusif, silogisme inklusif dan silogisme alternatif. Dari silogisme majemuk itu, bisa ditentukan Sistem nilai kebenaran-nya. Sangat disayangkan, karena keterbatasan waktu, Silogisme majemuk dan Sistem nilai kebenaran-nya tidak bisa dijelaskan pada materi inisiasi Tuton pada kesempatan ini. Tapi, pada inisiasi 8 akan dibahas yang lebih signifikan dan praktis dari Silogisme majemuk, yaitu Pengujian silogisme (Antisilogisme) dan Penyimpulan bercabang (Dilema).
Dengan demikian, proposisi majemuk sebagai pengembangan dari term merupakan proposisi yang mampu menjelaskan proposisi kategoris dari sisi yang lain. Proposisi majemuk telah memperlihatkan LOGIKA dari sisi lain, apakah sering atau tidak digunakan dalam bidang hukum atau kehidupan sehari-hari, sehingga dalam silogisme majemuk pun terdapat penjelasan sistem nilai kebenarannya.
Sumber: Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed. V. Jakarta: Universitas Terbuka, 2012, hal. 7.1-7.48.
EmoticonEmoticon